momentum ramadhan 1445 H kali ini dimanfaatkan seluruh umat Islam di dunia sebagai momen spritual untuk membangun kebersamaan dan saling memaafkan diantara sesama manusia.
Dalam sambutannya Bupati mengajak seluruh masyarakat Buton Utara untuk membangun kebersamaan diantara kita dan saling memberi maaf.
Melalui momentum idul Fitri ini saya mengajak seluruh masyarakat Buton Utara untuk mengucap Alhamdulillah rabil alamin karena telah tuntas melaksanakan kewajiban ibadah berpuasa di bulan suci ramadhan.
Lebih dari itu kata Bupati dari berbagai kenikmatan yang kita rasakan hari ini merupakan wujud kemenangan karena kita semata-mata manjadikan bulan suci sebagai momentum untuk memperoleh pahala rahmatan dan magfiroh dari Allah SWT dengan kita mampu menjadi insan yang baik dari sebelumnya.
untuk itu sangat tepat dengan momentum idul Fitri hendaknya dapat kita jadikan sebagai jembatan emas meraih kembali silaturahmi kebersamaan dan kekeluargaan yang mungkin terpengaruh selama kontestasi politik yang telah kita lalui pada awal 2024 lalu.
Untuk itu, pada kesempatan ini mari kita lupakan berbagai kesalahpahaman yang selama ini mungkin ternyata tidak. Hari ini adalah hari istimewa hari dimana untuk mengakui kesalahan kita yang dibarengi pula dengan ketulusan untuk saling memaafkan .
Kemudian kepala kementerian agama RI Buton Utara Drs. H. Ladiri, MA selaku khatib mengingatkan juga semua tentang saling memaafkan dunia188 kepada sesama manusia.
Melalui ibadah puasa kaum muslimin menjalani latihan mental, untuk menguasai, mampu dan mengenal diri, dan mampu mengendalikan serta menahan diri dari tipu daya syaithoniyah. Kita melatih diri untuk mampu meninggalkan semua hal yang dapat merusak tata pergaulan masyarakat harmoni dan juga sebagai kesempatan untuk meningkatkan takwa dan tafakkur kepada zat yang Maha Besar.
Tegasnya dalam puasa itulah peluang yang sangat istimewa bagi kaum muslimin untuk berusaha meningkatkan dirinya menjadi insan muttaqien. Justru amat merugilah mereka yang tidak berkesempatan menjalankan ibadah puasa, meskipun secara fisik ia bisa melakukannya. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan moral nurani, yakni al-akhlaqul al- karimah. Islam juga sangat menekankan adanya rasa kesadaran bagi para pengikutnya, karena dengan kesadaran itulah seorang muslim tidak akan merasa terpaksa dan tertekan dalam melaksanakan perintah Allah. Keterpaksaan melaksanakan sesuatu, lazimnya tidak akan memberi bekas yang mendalam bagi seseorang.
Keyakinan ini akan terus bertambah kuat sebagaimana firman Allah dalam surat al- Baqarah ayat 186.: Artinya: “Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabuľkan permohonan orang yang berdo’a kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka mendapat petunjuk”. (QS. al- Baqarah/2:186) Pengertian ayat tersebut di atas menyatakan bahwa, Allah tidak melepaskan pandangan terhadap hamba-hamba-Nya, ia mengabulkan permintaan hamba-hambanya, dan Allah mengetahui semua apa yang diperbuat para hamba-Nya.
Di hari yang suci dan fitrah ini marilah kita saling memaafkan, karena memberi dan meminta maaf merupakan sikap yang dianjurkan oleh Allah Swt. Sebab dengan begitu, sikap dendam dan rasa marah dapat dinetralisir oleh masing-masing individu. Memang diakui bahwa tidak semua dendam dan marah itu timbul akibat seseorang enggan memberi dan meminta maaf, tetapi yang jelas sikap enggan memberi dan meminta maaf dapat menimbulkan dendam dan marah seseorang. Selain itu sikap mudah memberi dan meminta maaf merupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Karenanya, orang yang suka memberi dan meminta maaf nilai kepribadian dan ketakwaannya sangat luhur. Itulah sebabnya, sikap seperti itu melekat pada diri Nabi dan Rasul Allah, para sahabat utama Nabi Muhammad SAW, para ahli sufi dan orang-orang yang shaleh.
Sayidina Ali r.a. pernah berkata: “bahwa meminta maaf adalah perbuatan yang mulia, sedangkan memberi maaf lebih mulia di mata Allah Swt.”. Sikap seperti itu ditunjukkan oleh Nabi Yusuf a.s. yang memaafkan saudara-saudaranya yang dulu membuang beliau, bahkan memasukkannya ke dalam sumur. Sikap tersebut juga ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW yang memberi maaf kepada penduduk Makkah yang dulu memusuhi dakwahnya, menyiksa dan mengusirnya. Dengan sikap inilah satu persatu penduduk Makkah masuk Islam secara berbondong-bondong. Demikian pula beliau sentiasa meminta maaf kepada para sahabat dan umatnya, pungkasnya.